Sabtu, 10 Oktober 2009

ENDOCARDITIS

ENDOCARDITIS

Endokarditis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh mikroorganisme pada endokard atau katub jantung. Infeksi endokarditid biasanya terjadi pada jantung yang telah mengalami kerusakan. Penyakit ini didahului dengan endokarditis, biasanya berupa penyakit jantung bawaan, maupun penyakit jantung yang didapat. Dahulu Infeksi pada endokard banyak disebabkan oleh bakteri sehingga disebut endokariditis bakterial. Sekarang infeksi bukan disebabkan oleh bakteri saja, tetapi bisa disebabkan oleh mikroorganisme lain, seperti jamur, virus, dan lain-lain.

Endokarditis tidak hanya terjadi pada endokard dan katub yang telah mengalami kerusakan, tetapi juga pada endokar dan katub yang sehat, misalnya penyalahgunaan narkotik perintravena atau penyakit kronik. Perjalanan penyakit ini bisa; akut, sub akut, dan kronik, tergantung pada virulensi mikroorganisme dan daya tahan penderita. Infeksi subakut hampir selalu berakibat fatal, sedangkan hiperakut/akut secara klinis tidak pernah ada, karena penderita meninggal terlebih dahulu yang disebabkan karena sepsis. Endokarditis kronik hampir tidak dapat dibuat diagnosanya, karena gejalanya tidak khas.

Etiologi

Endokarditis paling banyak disebabkan oleh streptokokus viridans yaitu mikroorganisme yang hidup dalam saluran napas bagian atas. Sebelum ditemuklan antibiotik, maka 90 – 95 % endokarditis infeksi disebabkan oleh strptokokus viridans, tetapi sejak adanya antibiotik streptokokus viridans 50 % penyebab infeksi endokarditis yang merupakan 1/3 dari sumber infeksi. Penyebab lain dari infeksi endokarditis yang lebih patogen yaitu stapilokokus aureus yang menyebabkan infeksi endokarditis subakut. Penyebab lainnya adalah streptokokus fekalis, stapilokokus, bakteri gram negatif aerob/anaerob, jamur, virus, ragi, dan kandida.

Faktor-faktor predisposisi dan faktor pencetus.

Faktor predisposisi diawali dengan penyakit-penyakit kelainan jantung dapat berupa penyakit jantung rematik, penyakit jantung bawaan, katub jantung prostetik, penyakit jantung sklerotik, prolaps katub mitral, post operasi jantung, miokardiopati hipertrof obstruksi.

Endokarditi infeksi sering timbul pada penyakit jantung rematik dengan fibrilasi dan gagal jantung. Infeksi sering pada katub mitral dan katub aorta. Penyakit jantung bawaan yang terkena endokarditis adalah penyakit jantung bawaan tanpa ciyanosis, dengan deformitas katub dan tetralogi fallop. Bila ada kelainan organik pada jantung, maka sebagai faktor predisposisi endokarditis infeksi adalah akibat pemakaian obat imunosupresif atau sitostatik, hemodialisis atau peritonial dialisis, serosis hepatis, diabetis militus, penyakit paru obstruktif menahun, penyakit ginjal, lupus eritematosus, penyakit gout, dan penyalahan narkotik intravena.

Faktor pencetus endokarditis infeksi adalah ekstrasi gigi atau tindakan lain pada gigi dan mulut, kateterisasi saluran kemih, tindakan obstretrik ginekologik dan radang saluran pernapasan.

Patofisiologi

Kuman paling sering masuk melalui saluran napas bagian atas selain itu juga melalui alat genital dan saluran pencernaan, serta pembuluh darah dan kulit. Endokard yang rusak dengan permukaannya tidak rata mudah sekali terinfeksi dan menimbulakan vegetasi yang terdiri atas trombosis dan fibrin. Vaskularisasi jaringan tersebut biasanya tidak baik, sehingga memudahkan mikroorganisme berkembang biak dan akibatnya akan menambah kerusakan katub dan endokard, kuman yang sangat patogen dapat menyebabkan robeknya katub hingga terjadi kebocoran. Infeksi dengan mudah meluas ke jaringan sekitarnya, menimbulkan abses miokard atau aneurisme nekrotik. Bila infeksi mengenai korda tendinae maka dapat terjadi ruptur yang mengakibatkan terjadinya kebocoran katub.

Pembentukan trombus yang mengandung kuman dan kemudian lepas dari endokard merupakan gambaran yang khas pada endokarditis infeksi. Besarnya emboli bermacam-macam. Emboli yang disebabkan jamur biasanya lebih besar, umumnya menyumbat pembuluh darah yang besar pula. Tromboemboli yang terinfeksi dapat teranggkut sampai di otak, limpa, ginjal, saluran cerna, jantung, anggota gerak, kulit, dan paru. Bila emboli menyangkut di ginjal. akan meyebabkan infark ginjal, glomerulonepritis. Bila emboli pada kulit akan menimbulkan rasa sakit dan nyeri tekan.

Gejala-gejala

Sering penderita tidak mengetahui dengan jelas. Sejak kapan penyakitnya mulai timbul , misalnya sesudah cabut gigi, mulai kapan demam, letih-lesu, keringat malam banyak, nafsu makan berkurang, berat badan menurun, sakit sendi, sakit dada, sakit perut, hematuria, buta mendadak, sakit pada ekstremitas (jari tangan dan kaki), dan sakit pada kulit.

Gejala umum

Demam dapat berlangsung terus-menerus retermiten / intermiten atau tidak teratur sama sekali. Suhu 38 – 40 C terjadi pada sore dan malam hari, kadang disertai menggigil dan keringat banyak. Anemia ditemukan bila infeksi telah berlangsung lama. pada sebagian penderita ditemukan pembesaran hati dan limpha.

Gejala Emboli dan Vaskuler

Ptekia timbul pada mukosa tenggorok, muka dan kulit (bagian dada). umumya sukar dibedakan dengan angioma. Ptekia di kulit akan berubah menjadi kecoklatan dan kemudian hilang, ada juga yang berlanjut sampai pada masa penyembuhan. Emboli yang timbul di bawah kuku jari tangan (splinter hemorrhagic).

Gejala Jantung

Tanda-tanda kelainan jantung penting sekali untuk menentukan adanya kelainan katub atau kelainan bawaan seperti stenosis mitral, insufficiency aorta, patent ductus arteriosus (PDA), ventricular septal defect (VCD), sub-aortic stenosis, prolap katub mitral. Sebagian besar endocarditis didahului oleh penyakit jantung, tanda-tanda yang ditemukan ialah sesak napas, takikardi, palpasi, sianosis, atau jari tabuh (clubbing of the finger). Perubahan murmur menolong sekali untuk menegakkan diagnosis, penyakit yang sudah berjalan menahun, perubahan murmur dapat disebabkan karena anemia . Gagal jantung terjadi pada stadium akhir endokarditis infeksi, dan lebih sering terjadi pada insufisiensi aorta dan insufisiensi mitral, jarang pada kelainan katub pulmonal dan trikuspid serta penyakit jantung bawaan non valvular .

Endokarditis infeksi akut

Infeksi akut lebih sering timbul pada jantung yang normal, berbeda dengan infeksi sub akut, penyakitnya timbul mendadak, tanda-tanda infeksi lebih menonjol, panas tinggi dan menggigil, jarang ditemukan pembesaran limfa, jari tabuh, anemia dan ptekia . Emboli biasanya sering terjadi pada arteri yang besar sehingga menimbulkan infark atau abses pada organ bersangkutan. Timbulnya murmur menunjukkan kerusakan katub yang sering terkena adalah katub trikuspid berupa kebocoran, tampak jelas pada saat inspirasi yang menunjukkan gagal jantung kanan, vena jugularis meningkat, hati membesar, nyeri tekan, dan berpulsasi serta udema. Bila infeksi mengenai aorta akan terdengar murmur diastolik yang panjang dan lemah. Infeksi pada aorta dapat menjalar ke septum inter ventricular dan menimbulkan abses. Abses pada septum dapat pecah dan menimbulkan blok AV . Oleh karena itu bila terjadi blok AV penderita panas tinggi, kemungkinan ruptur katub aorta merupakan komplikasi yang serius yang menyebabkan gagal jantung progresif. Infeksi katub mitral dapat menjalar ke otot papilaris dan menyebabkan ruptur hingga terjadi flail katub mitral.

Laboratorium

Leukosit dengan jenis netrofil, anemia normokrom normositer, LED meningkat, immunoglobulin serum meningkat, uji fiksasi anti gama globulin positf, total hemolitik komplemen dan komplemen C3 dalam serum menurun, kadar bilirubin sedikit meningkat.

Pemeriksaan umum urine ditemukan maka proteinuria dan hematuria secara mikroskopik. Yang penting adalah biakan mikro organisme dari darah . Biakan harus diperhatikan darah diambil tiap hari berturut-turut dua / lima hari diambil sebanyak 10 ml dibiakkan dalam waktu agak lama (1 – 3 minggu) untuk mencari mikroorganisme yang mungkin berkembang agak lambat. biakkan bakteri harus dalam media yang sesuai. NB: darah diambil sebelum diberi antibiotik . Biakan yang positif uji resistansi terhadap antibiotik.

Echocardiografi

Diperlukan untuk:

- Melihat vegetasi pada katub aorta terutama vegetasi yang besar ( > 5 mm)

- Melihat dilatasi atau hipertrofi atrium atau ventrikel yang progresif

- Mencari penyakit yang menjadi predisposisi endokarditis ( prolap mitral, fibrosis, dan calcifikasi katub mitral )

- Penutupan katub mitral yang lebih dini menunjukkan adanya destrruktif katub aorta dan merupakan indikasi untuk melakukan penggantian katub

Diagnosis

Diagnosis endokarditis infeksi dapat ditegakkan dengan sempurna bila ditemukan kelainan katub, kelainan jantung bawaan, dengan murmur , fenomena emboli, demam dan pembiakan darah yang positif. Diagnosis dapat ditegakkan bila memenuhi kriteria diatas.

Endokarditis paska bedah dapat diduga bilamana terjadi panas, leukositosis dan anemia sesudah operasi kardiovaskuler atau operasi pemasangan katub jantung prostetik.

Pengobatan

Pemberian obat yang sesuai dengan uji resistensi dipakai obat yang diperkirakan sensitif terhadap mikroorganisme yang diduga. Bila penyebabnya streptokokus viridan yang sensitif terhadpa penicillin G , diberikan dosis 2,4 – 6 juta unit per hari selama 4 minggu, parenteral untuk dua minggu, kemudian dapat diberikan parenteral / peroral penicillin V karena efek sirnegis dengan streptomicin, dapat ditambah 0,5 gram tiap 12 jam untuk dua minggu . Kuman streptokokous fecalis (post operasi obs-gin) relatif resisten terhadap penisilin sering kambuh dan resiko emboli lebih besar oleh karena itu digunakan penisilin bersama dengan gentamisin yang merupakan obat pilihan. Dengan dosis penisilin G 12 – 24 juta unit/hari,dan gentamisin 3 – 5 mg/kgBB dibagi dalam 2 – 3 dosis. Ampisilin dapat dipakai untuk pengganti penisilin G dengan dosis 6 – 12 gr/hari . Lama pengobatan 4 minggu dan dianjurkan sampai 6 minggu. Bila kuman resisten dapat dipakai sefalotin 1,5 gr tiap jam (IV) atau nafcilin 1,5 gr tiap 4 jam atau oksasilin 12 gr/hari atau vankomisin 0,5 gram/6 jam, eritromisin 0,5 gr/8 jam lama pemberian obat adalah 4 minggu. Untuk kuman gram negatif diberikan obat golongan aminoglikosid : gentamisin 5 – 7 mg/kgBB per hari, gentamisin sering dikombinsaikan dengan sefalotin, sefazolia 2 – 4 gr/hari , ampisilin dan karbenisilin. Untuk penyebab jamur dipakai amfoterisin B 0,5 – 1,2 mg/kgB per hari (IV) dan flucitosin 150 mg/Kg BB per hari peroral dapat dipakai sendiri atua kombinasi. Infeksi yang terjadi katub prostetik tidak dapat diatasi oleh obat biasa, biasanya memerlukan tindakan bedah. Selain pengobatan dengan antibiotik penting sekali mengobati penyakit lain yang menyertai seperti : gagal Jantung . Juga keseimbangan elektrolit, dan intake yang cukup .


ASUHAN KEPERAWATAN COPD (cronik obstruktif pulmonal deasease)

ASUHAN KEPERAWATAN COPD


Penyakit Paru Obstruktif Kronik (COPD) merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk. sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya. Ketiga penyakit yang membentuk satu kesatuan yang dikenal dengan COPD adalah : Bronchitis kronis, emfisema paru-paru dan asthma bronchiale. Sering juga penyakit ini disebut dengan “Chronic Airflow Limitation (CAL)” dan “Chronic Obstructive Lung Diseases (COLD)”
COPD merupakan penyakit yang ditandai dengan obstuksi aliran napas yang tidak penuh bisa sembuh kembali. Keterbatasan aliran udara biasanya meningkat dan berhubungan dengan respon inflamasi abnormal paru sebagai respon terhadap partikel dan gas yang berbahaya. Berat ringan COPD dapat digolongkan menjadi 4 yaitu:
Tahap 0 – Resiko
batuk kronis dan sputum produktif, fungsi paru normal.
Tahap 1 – COPD Ringan
Forced Expiratory Volume dalam 1 detik (FEV1) ≥80%, Keterbatasan aliran udara ringan, Batuk kronis dan sputum produktif.
Tahap 2 – COPD Moderat
FEV1 <80%, Ketebatasan aliran udara tambah buruk, Gejala bertambah, Napas pendek.
Tahap 3 – COPD Berat
FEV1 <30%, Keterbatasan aliran udara berat, Gagal napas, Tanda klinis gagal jantung kanan, Qualitas hidup menurun, Jika berulang mengancam kehidupan.

A. ASTHMA BRONCHIALE
1. DEFINISI
Asthma adalah suatu gangguan pada saluran bronchial yang mempunyai ciri bronchospasme periodik (kontraksi spasme pada saluran nafas). Asthma merupakan penyakit yang kompleks yang dapat diakibatkan oleh faktor biochemical, endokrin, infeksi, otonomik dan psikologi.

2. ETIOLOGI
Sampai saat ini etiologi asthma belum diketahui dengan pasti, suatu hal yang menonjol pada semua penderita asthma adalah fenomena hiperreaktivitas bronchus. Bronchus penderita asthma sangat peka terhadap rangsangan imunologi maupun non-imunologi. Karena sifat inilah maka serangan asthma mudah terjadi akibat berbagai rangsangan baik fisis, metabolik, kimia, alergen, infeksi dan sebagainya. Rangsangan atau pencetus yang sering menimbulkan asthma perlu diketahui dan sedapat mungkin dihindarkan.
Faktor-faktor tersebut adalah :
a. Alergen utama : debu rumah, spora jamur dan tepung sari rerumputan
b. Iritan seperti asap, bau-bauan, pollutan
c. Infeksi saluran nafas terutama yang disebabkan oleh virus
d. Perubahan cuaca yang ekstrim.
e. Kegiatan jasmani yang berlebihan.
f. Lingkungan kerja
g. Obat-obatan.
h. Emosi
i. Lain-lain : seperti reflux gastro esofagus.

3. GAMBARAN KLINIS
Gejala asthma terdiri dari triad : dispnea, batuk dan mengi, gejala yang disebutkan terakhir sering dianggap sebagai gejala yang harus ada (“sine qua non”).
Objektif
• Sesak nafas yang berat dengan ekspirasi memanjang disertai wheezing.
• Dapat disertai batuk dengan sputum kental, sulit dikeluarkan.
• Bernafas dengan menggunakan otot-otot nafas tambahan
• Cyanosis, tachicardia, gelisah, pulsus paradoksus.
• Fase ekspirasi memanjang disertai wheezing (di apex dan hilus)
Subjektif
• Klien merasa sukar bernafas, sesak, anoreksia.
Psikososial
• Cemas, takut dan mudah tersinggung
• Kurangnya pengetahuan klien terhadap situasi penyakitnya.

4. PENATALAKSANAAN
Prinsip-prinsip penatalaksanaan asthma bronchial :
a. Diagnosis status asmatikus. Faktor penting yang harus diperhatikan :
1) Saatnya serangan
2) Obat-obatan yang telah diberikan (macam dan dosis)
b. Pemberian obat bronchodilator.
c. Penilaian terhadap perbaikan serangan.
d. Pertimbangan terhadap pemberian kortikosteroid.
e. Setelah serangan mereda :
1) Cari faktor penyebab.
2) Modifikasi pengobatan penunjang selanjutnya.

5. OBAT-OBATAN
a. Bronchodilator
Tidak digunakan bronchodilator oral, tetapi dipakai secara inhalasi atau parenteral. Jika sebelumnya telah digunakan obat golongan simpatomimetik, maka sebaiknya diberikan Aminophilin secara parenteral sebab mekanisme yang berlainan, demikian sebaliknya, bila sebelumnya telah digunakan obat golongan Teofilin oral maka sebaiknya diberikan obat golongan simpatomimetik secara aerosol atau parenteral. Obat-obatan bronchodilator golongan simpatomimetik bentuk selektif terhadap adrenoreseptor (Orsiprendlin, Salbutamol, Terbutalin, Ispenturin, Fenoterol) mempunyai sifat lebih efektif dan masa kerja lebih lama serta efek samping kecil dibandingkan dengan bentuk non-selektif (Adrenalin, Efedrin, Isoprendlin)
• Obat-obat bronchodilatator serta aerosol bekerja lebih cepat dan efek samping sistemik lebih kecil. Baik digunakan untuk sesak nafas berat pada anak-anak dan dewasa. Mula-mula diberikan 2 sedotan dari Metered Aerosol Defire (Afulpen Metered Aerosol). Jika menunjukkan perbaikan dapat diulang tiap 4 jam, jika tidak ada perbaikan sampai 10-15 menit berikan Aminophilin intravena.
• Obat-obat Bronchodilatator simpatomimetik memberi efek samping tachicardia, penggunaan parenteral pada orang tua harus hati-hati, berbahaya pada penyakit hipertensi, kardiovaskuler dan serebrovaskuler. Pada dewasa dicoba dengan 0,3 ml larutan epinefrin 1 : 1000 secara subkutan. Anak-anak 0,01 mg/Kg BB subkutan (1 mg permil) dapat diulang tiap 30 menit untuk 2–3x sesuai kebutuhan.
• Pemberian Aminophilin secara intravena dosis awal 5 – 6 mg/Kg BB dewasa/anak-anak, disuntikkan perlahan dalam 5-10 menit. Untuk dosis penunjang 0,9 mg/KgBB/Jam secara infus. Efek sampingnya tekanan darah menurun bila dilakukan tidak secara perlahan.
b. Kortikosteroid
Pemberian obat–obat bronchodilatator tidak menunjukkan perbaikan, dilanjutkan dengan pengobatan kortikosteroid 200 mg hidrokortison secara oral atau dengan dosis 3 – 4 mg/Kg BB intravena sebagai dosis permulaan dan dapat diulang 2 – 4 jam secara parenteral sampai serangan akut terkontrol, dengan diikuti pemberian 30 – 60 mg prednison atau dengan dosis 1 – 2 mg/Kg BB/hari secara oral dalam dosis terbagi, kemudian dosis dikurangi secara bertahap.
c. Pemberian Oksigen
Melalui kanul hidung dengan kecepatan aliran O2 2-4 liter/menit dan dialirkan melalui air untuk memberikan kelembaban. Obat ekspektoran seperti Gliserolguaiakolat dapat juga digunakan untuk memperbaiki dehidrasi, maka intake cairan peroral dan infus harus cukup, sesuai dengan prinsip rehidrasi, antibiotic diberikan bila ada infeksi.
d. Beta Agonists
Beta agonists (β-adrenergic agents) merupakan pengobatan awal yang digunakan dalam pengobatan asthma dikarenakan obat ini bekerja dengan jalan mendilatasikan otot polos. Adrenergic Agent juga meningkatkan pergerakan cilliary, menurunkan mediator kimia anaphylaxis dan dapat meningkatkan efek broncholasi dari kortikosteroid. Agent adrenergic yang sering digunakan antara lain epinephrine, albuterol, metaproterenol, isoproterenol, isoetharine dan terbutaline. Biasanya diberikan secara parenteral atau inhalasi. Jalan inhalasi merupakan jalan pilihan dikarenakan dapat mempengaruhi secara langsung dan mempunyai efek samping yang lebih kecil.

B. BRONCHITIS KRONIS
1. DEFINISI
Bronchitis akut adalah radang mendadak pada bronchus yang biasanya mengenai trachea dan laring, sehingga sering dinamai juga dengan “laringotracheobronchitis”. Radang ini dapat timbul sebagai kelainan jalan nafas tersendiri atau sebagai bagian dari penyakit sistemik, misalnya pada morbili, pertusis, difteri dan typhus abdominalis. Istilah bronchitis kronis menunjukkan kelainan pada bronchus yang sifatnya menahun (berlangsung lama) dan disebabkan oleh berbagai faktor, baik yang berasal dari luar bronchus maupun dari bronchus itu sendiri, merupakan keadaan yang berkaitan dengan produksi mukus takeobronkial yang berlebihan sehingga cukup untuk menimbulkan batuk dengan ekspektorasi sedikitnya 3 bulan dalam setahun untuk lebih dari 2 tahun secara berturut-turut. Bronchitis kronis bukanlah merupakan bentuk menahun dari bronchitis akut. Walaupun demikian, pada perjalanan penyakit bronchitis kronis dapat ditemukan periode akut, yang menunjukkan adanya serangan bakteri pada dinding bronchus yang tidak normal. Infeksi sekunder oleh bakteri ini menimbulkan kerusakan yang lebih banyak sehingga akan memperburuk keadaan.
2. ETIOLOGI
Terdapat 3 jenis penyebab bronchitis akut, yaitu :
a. Infeksi : stafilokokus, sterptokokus, pneumokokus, haemophilus influenzae.
b. Alergi
c. Rangsang : misal asap pabrik, asap mobil, asap rokok dll.
Bronchitis kronis dapat merupakan komplikasi kelainan patologik yang mengenai
beberapa alat tubuh, yaitu :
a. Penyakit Jantung Menahun, baik pada katup maupun myocardium. Kongesti menahun pada dinding bronchus melemahkan daya tahannya sehingga infeksi bakteri mudah terjadi.
b. Infeksi sinus paranasalis dan Rongga mulut, merupakan sumber bakteri yang dapat menyerang dinding bronchus.
c. Dilatasi Bronchus (Bronchiectasi), menyebabkan gangguan susunan dan fungsi dinding bronchus sehingga infeksi bakteri mudah terjadi.
d. Rokok, yang dapat menimbulkan kelumpuhan bulu getar selaput lendir bronchus sehingga drainase lendir terganggu. Kumpulan lendir tersebut merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri.

3. GAMBARAN KLINIS
a. Penampilan umum : cenderung overweight, cyanosis akibat pengaruh sekunder polisitemia, edema (akibat CHF kanan), barrel chest.
b. Usia : 45 – 65 tahun
c. Pengkajian :
Batuk persisten, produksi sputum seperti kopi, dyspnea dalam beberapa keadaan, variabel wheezing pada saat ekspirasi, sering infeksi pada system respirasi. Gejala biasanya timbul pada waktu yang lama.
d. Jantung : pembesaran jantung, Cor Pulmonal, Hematokrit > 60%
e. Riwayat merokok
4. PENATALAKSANAAN
Pengobatan yang utama ditujukan untuk mencegah dan mengontrol infeksi dan meningkatkan drainase bronchial menjadi jernih. Pengobatan yang diberikan :
a. Antimikrobial
b. Postural Drainage
c. Bronchodilator
d. Aerosolized Nebulizer
e. Surgical Intervention

C. EMFISEMA PARU
1. DEFINISI
Emfisema merupakan gangguan pengembangan paru-paru yang ditandai oleh pelebaran ruang udara di dalam paru-paru disertai destruksi jaringan (WHO). Sesuai dengan definisi tersebut, maka jika ditemukan kelainan berupa pelebaran ruang udara (alveolus) tanpa disertai adanya destruksi jaringan maka keadaan ini sebenarnya tidak termasuk emfisema, melainkan hanya sebagai “overinflation”.
2. PATOGENESIS
Terdapat 4 perubahan patologik yang dapat timbul pada klien emfisema, yaitu :
a. Hilangnya elastisitas paru.
Protease (enzim paru) merubah atau merusakkan alveoli dan saluran nafas kecil dengan jalan merusakkan serabut elastin. Akibat hal tersebut, kantung alveolar kehilangan elastisitasnya dan jalan nafas kecil menjadi kollaps atau menyempit. Beberapa alveoli rusak dan yang lainnya mungkin dapat menjadi membesar.
b. Hyperinflation Paru
Pembesaran alveoli mencegah paru-paru untuk kembali kepada posisi istirahat normal selama ekspirasi.
c. Terbentuknya Bullae
Dinding alveolar membengkak dan berhubungan untuk membentuk suatu bullae (ruangan tempat udara) yang dapat dilihat pada pemeriksaan X-ray.
d. Kollaps jalan nafas kecil dan udara terperangkap Ketika klien berusaha untuk ekshalasi secara kuat, tekanan positif intratorak akan menyebabkan kollapsnya jalan nafas.
3. GAMBARAN KLINIS
a. Penampilan Umum
• Kurus, warna kulit pucat, flattened hemidiafragma
• Tidak ada tanda CHF kanan dengan edema dependen pada stadium akhir.
b. Usia 65 – 75 tahun.
c. Pengkajian fisik
• Nafas pendek persisten dengan peningkatan dyspnea
• Infeksi sistem respirasi
• Pada auskultasi terdapat penurunan suara nafas meskipun dengan nafas dalam.
• Wheezing ekspirasi tidak ditemukan dengan jelas.
• Produksi sputum dan batuk jarang.
d. Pemeriksaan jantung
• Tidak terjadi pembesaran jantung. Cor Pulmonal timbul pada stadium akhir.
• Hematokrit < 60%
e. Riwayat merokok
• Biasanya didapatkan, tapi tidak selalu ada riwayat merokok.

4. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan utama pada klien emfisema adalah untuk meningkatkan kualitas hidup, memperlambat perkembangan proses penyakit dan mengobati obstruksi saluran nafas yang berguna untuk mengatasi hipoxia. Pendekatan terapi mencakup :
• Pemberian terapi untuk meningkatkan ventilasi dan menurunkan kerja nafas.
• Mencegah dan mengobati infeksi
• Teknik terapi fisik untuk memperbaiki dan meningkatkan ventilasi paru
• Memelihara kondisi lingkungan yang memungkinkan untuk memfasilitasi pernafasan.
• Support psikologis
• Patient education and rehabilitation.
Jenis obat yang diberikan :
• Bronchodilators
• Aerosol therapy
• Treatment of infection
• Corticosteroids
• OxygenationPage 13

D. KOMPLIKASI COPD
1. Hipoxemia
Hipoxemia didefinisikan sebagai penurunan nilai PaO2 kurang dari 55 mmHg, dengan nilai saturasi Oksigen <85%. Pada awalnya klien akan mengalami perubahan mood, penurunan konsentrasi dan pelupa. Pada tahap lanjut timbul cyanosis.Page 14
2. Asidosis Respiratory
Timbul akibat dari peningkatan nilai PaCO2 (hiperkapnia). Tanda yang muncul antara lain : nyeri kepala, fatique, lethargi, dizzines, tachipnea.
3. Infeksi Respiratory
Infeksi pernafasan akut disebabkan karena peningkatan produksi mukus, peningkatan rangsangan otot polos bronchial dan edema mukosa. Terbatasnya aliran udara akan meningkatkan kerja nafas dan timbulnya dyspnea.
4. Gagal jantung
Terutama kor-pulmonal (gagal jantung kanan akibat penyakit paru), harus diobservasi terutama pada klien dengan dyspnea berat. Komplikasi ini sering kali berhubungan dengan bronchitis kronis, tetapi klien dengan emfisema berat juga dapat mengalami masalah ini.
5. Cardiac Disritmia
Timbul akibat dari hipoxemia, penyakit jantung lain, efek obat atau asidosis respiratory.
6. Status Asmatikus
Merupakan komplikasi mayor yang berhubungan dengan asthma bronchial. Penyakit ini sangat berat, potensial mengancam kehidupan dan seringkali tidak berespon terhadap therapi yang biasa diberikan. Penggunaan otot bantu pernafasan dan distensi vena leher seringkali terlihat.

ASUHAN KEPERAWATAN
PENGKAJIAN
1. Chest X-Ray : dapat menunjukkan hiperinflation paru, flattened diafragma, peningkatan ruang udara retrosternal, penurunan tanda vaskular/bulla (emfisema), peningkatan bentuk bronchovaskular (bronchitis), normal ditemukan saat periode remisi (asthma)
2. Pemeriksaan Fungsi Paru : dilakukan untuk menentukan penyebab dari dyspnea, menentukan abnormalitas fungsi tersebut apakah akibat obstruksi atau restriksi, memperkirakan tingkat disfungsi dan untuk mengevaluasi efek dari terapi, misal : bronchodilator.
3. TLC : meningkat pada bronchitis berat dan biasanya pada asthma, menurun pada emfisema.
4. Kapasitas Inspirasi : menurun pada emfisema
5. FEV1/FVC : ratio tekanan volume ekspirasi (FEV) terhadap tekanan kapasitas vital (FVC) menurun pada bronchitis dan asthma.
6. ABGs : menunjukkan proses penyakit kronis, seringkali PaO2 menurun dan PaCO2 normal atau meningkat (bronchitis kronis dan emfisema) tetapi seringkali menurun pada asthma, pH normal atau asidosis, alkalosis respiratori ringan sekunder terhadap hiperventilasi (emfisema sedang atau asthma).
7. Bronchogram : dapat menunjukkan dilatasi dari bronchi saat inspirasi, kollaps bronchial pada tekanan ekspirasi (emfisema), pembesaran kelenjar mukus (bronchitis)
8. Darah Komplit : peningkatan hemoglobin (emfisema berat), peningkatan eosinofil (asthma).
9. Kimia Darah : alpha 1-antitrypsin dilakukan untuk kemungkinan kurang pada emfisema primer.
10. Sputum Kultur : untuk menentukan adanya infeksi, mengidentifikasi patogen, pemeriksaan sitologi untuk menentukan penyakit keganasan atau allergi.
11. ECG : deviasi aksis kanan, gelombang P tinggi (asthma berat), atrial disritmia (bronchitis), gel. P pada Leads II, III, AVF panjang, tinggi (bronchitis, emfisema), axis QRS vertikal (emfisema)
12. Exercise ECG, Stress Test : menolong mengkaji tingkat disfungsi pernafasan, mengevaluasi keefektifan obat bronchodilator, merencanakan/evaluasi program.

DIAGNOSA
Adapun diagnosa keperawatan yang sering muncul pada COPD yaitu :
1.Bersihan jalan nafas tak efektif yang berhubungan dengan : Bronchospasme, Peningkatan produksi sekret (sekret yang tertahan, kental), Menurunnya energi/fatique
2. Kerusakan Pertukaran gas berhubungan dengan :
Kurangnya suplai oksigen (obstruksi jalan nafas oleh sekret, bronchospasme, air trapping, Destruksi alveoli).
3. Ketidak seimbangan nutrisi Kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan Status Nutrisi (Intake cairan dan makanan)

INTERVENSI
1.Bersihan jalan nafas tak efektif yang berhubungan dengan : Bronchospasme, Peningkatan produksi sekret (sekret yang tertahan, kental), Menurunnya energi/fatique
Data-data :
Klien mengeluh sulit untuk bernafas
Perubahan kedalaman/jumlah nafas, penggunaan otot bantu pernafasan
Suara nafas abnormal seperti : wheezing, ronchi, crackles
Batuk(persisten) dengan/tanpa produksi sputum.
Status
Kriteria Hasil :
• Tidak ada demam
• Tidak ada cemas
• RR dalam batas normal
• Irama nafas dalam batas normal
• Pergerakan sputum keluar dari jalan nafas
• Bebas dari suara nafas tambahan


Intervensi :
a. Manajemen jalan nafas
b. Penurunan kecemasan
c. Aspiration precautions
d. Fisioterapi dada
e. Latih batuk efektif
f. Terapi oksigen
g. Pemberian posisi
h. Monitoring respirasi
i. Surveillance
j. Monitoring tanda vital

2. Kerusakan Pertukaran gas berhubungan dengan :
Kurangnya suplai oksigen (obstruksi jalan nafas oleh sekret, bronchospasme, air trapping, Destruksi alveoli).
Data-data :
Dyspnea
Confusion, lemah.
Tidak mampu mengeluarkan sekret
Nilai ABC abnormal (hypoxia dan hiperkapnia)
Perubahan tanda vital.
Menurunnya toleransi terhadap aktifitas.
Kriteria Hasil :
• Status mental dalam batas normal
• Bernafas dengan mudah
• Tidak ada cyanosis
• PaO2 dan PaCO2 dalam batas normal
• Saturasi O2 dalam rentang normal
Intervensi :
a. Manajemen asam dan basa tubuh
b. Manajemen jalan nafas
c. Latih batuk
d. Tingkatkan keiatan
e. Terapi oksigen
f. Monitoring respirasi
g. Monitoring tanda vital
3. Ketidak seimbangan nutrisi Kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan Status Nutrisi (Intake cairan dan makanan)
Data-data :
Dyspnea, fatique
Anorexia, nausea/vomiting.
Penurunan berat badan
Kehilangan masa otot,
tonus otot jelek
Dilaporkan adanya perubahan sensasi rasa
Tidak bernafsu untuk makan, tidak tertarik makan
Kriteria Hasil :
• Asupan makanan adekuat
• Intake cairan peroral adekuat
• Intake cairan adekuat
• Intake kalori adekuat
• Intake protein, karbohidrat dan lemak adekuat
• Mampu memeliharan intake kalori secara optimal
• Mampu memelihara keseimbangan cairan
• Mampu mengontrol asupan makanan secara adekuat
Intervensi :
a. Manajemen cairan
b. Monitoring cairan
c. Status dietPage 16
d. Manajemen gangguan makan
e. Manajemen nutrisi
f. Terapi nutrisi
g. Konseling nutrisi
h. Kontroling nutrisi
i. Terapi menelan
j. Monitoring tanda vital
k. Bantuan untuk peningkatan BB
l. Manajemen berat badan

IMPLEMENTASI
Pelaksanaan adalah tahap keempat dari proses keperawatan dalam melaksanakan asuhan keperawatan (Kozier, 1991).
1. Prinsip-prinsip dalam pelaksanaan dari tiap-tiap masalah atau diagnosa keperawatan yang ada dalam teori disesuaikan dengan prioritas keadaan klien.
2. Tahap pelaksanaan terdiri dari :
a. Keterampilan yang diperlukan pada penatalaksanaan adalah :
1) Kognitif adalah suatu keterampilan yang termasuk dalam kemampuan memecahkan masalah, membuat keputusan, berpikir kritis dan penilaian yang kreatif.
2) Interpersonal adalah suatu yang diperlukan dalam setiap aktivitas perawat yang meliputi keperawatan, konseling, pemberi support yang termasuk dalam kemampuan interpersonal diantaranya adalah perilaku, penguasaan ilmu pengetahuan, ketertarikan oleh penghargaan terhadap budaya klien, serta gaya hidup. Perawat akan mempunyai skill yang tinggi dalam hubungan interpersonal jika mereka mempunyai kesadaran akan sensitivitas terhadap yang lain.
3) Tekhnikal adalah suatu kemampuan yang tidak bisa dipisahkan dengan interpersonal skill seperti memanipulasi alat, memberikan suntikan, pembiayaan, evaluasi dan reposisi.
b. Tindakan Keperawatan
1) Mandiri atau independen adalah suatu tindakan perawat yang berorientasi pada tim kerja perawat dalam melakukan, menentukan, merencanakan dan mengevaluasi tindakannya :
a) Seorang perawat tidak dapat melakukan tindakan keperawatan sendiri, contoh : merubah posisi klien yang obesitas di atas tempat tidur.
b) Asisten memerlukan tingkat stres pada klien, contoh mengganti posisi klien yang obesitas di atas tempat tidur.
c) Perawat yang kurang mengerti tentang pemasangan infus harus mencari pertolongan yang mengerti pertolongan tersebut.
2) Interdependen atau kolaborasi adalah suatu tindakan bersifat kolaboratif tim kesehatan lainnya dalam menentukan perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi terhadap klien yang dirawat, contoh : pemberian obat analgetik untuk mengatasi nyeri pada klien diperlukan kolaborasi dengan dokter.
c. Pendokumentasian Implementasi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, perawat mencatat tindakan tersebut
dan respon dari pasien dengan menggunakan format khusus pendokumentasian pada pelaksanaan.

EVALUASI
Setelah dilakukan implementasi keperawatan, maka hal yang perlu di evaluasi dari tindakan yang telah kita lakukan yaitu :
1. Bersihan jalan nafas efektif .
2. Pertukaran gas yang Adekuat.
3. Kebutuhan Nutrisi dan Cairan dapat terpenuhi.

ASKEP FISIOTERAPI DADA

fisioterapi dada)

KEBUTUHAN DASAR MANUSIA
FISIOTERAPI DADA
By. Ns. AFIYAH HIDAYATI, S.Kp

A. DEFINISI

    Fisioterapi adalah suatu cara atau bentuk pengobatan untuk mengembalikan fungsi suatu organ tubuh dengan memakai tenaga alam. Dalam fisioterapi tenaga alam yang dipakai antara lain listrik, sinar, air, panas, dingin, massage dan latihan yang mana penggunaannya disesuaikan dengan batas toleransi penderita sehingga didapatkan efek pengobatan.
    Fisioterapi dada adalah salah satu dari pada fisioterapi yang sangat berguna bagi penderita penyakit respirasi baik yang bersifat akut maupun kronis. Fisioterapi dada ini walaupun caranya kelihatan tidak istimewa tetapi ini sangat efektif dalam upaya mengeluarkan sekret dan memperbaiki ventilasi pada pasien dengan fungsi paru yang terganggu. Jadi tujuan pokok fisioterapi pada penyakit paru adalah mengembalikan dan memelihara fungsi otot-otot pernafasan dan membantu membersihkan sekret dari bronkus dan untuk mencegah penumpukan sekret, memperbaiki pergerakan dan aliran sekret. Fisioterapi dada ini dapat digunakan untuk pengobatan dan pencegahan pada penyakit paru obstruktif menahun, penyakit pernafasan restriktif termasuk kelainan neuromuskuler dan penyakit paru restriktif karena kelainan parenkim paru seperti fibrosis dan pasien yang mendapat ventilasi mekanik. Fisioterapi dada ini meliputi rangkaian : postural drainage, perkusi, dan vibrasi
    Kontra indikasi fisioterapi dada ada yang bersifat mutlak seperti kegagalan jantung, status asmatikus, renjatan dan perdarahan masif, sedangkan kontra indikasi relatif seperti infeksi paru berat, patah tulang iga atau luka baru bekas operasi, tumor paru dengan kemungkinan adanya keganasan serta adanya kejang rangsang.

B. Postural drainase

    Postural drainase (PD) merupakan salah satu intervensi untuk melepaskan sekresi dari berbagai segmen paru dengan menggunakan pengaruh gaya gravitasi.. Mengingat kelainan pada paru bisa terjadi pada berbagai lokasi maka PD dilakukan pada berbagai posisi disesuaikan dengan kelainan parunya. Waktu yang terbaik untuk melakukan PD yaitu sekitar 1 jam sebelum sarapan pagi dan sekitar 1 jam sebelumtidur pada malam hari.
    PD dapat dilakukan untuk mencegah terkumpulnya sekret dalam saluran nafas tetapi juga mempercepat pengeluaran sekret sehingga tidak terjadi atelektasis. Pada penderita dengan produksi sputum yang banyak PD lebih efektif bila disertai dengan clapping dan vibrating.
    Indikasi untuk Postural Drainase :
    1. Profilaksis untuk mencegah penumpukan sekret yaitu pada :
    1.1. Pasien yang memakai ventilasi
    1.2. Pasien yang melakukan tirah baring yang lama
    1.3. Pasien yang produksi sputum meningkat seperti pada fibrosis kistik atau bronkiektasis
    1.4. Pasien dengan batuk yang tidak efektif .
    2. Mobilisasi sekret yang tertahan :
    2.1. Pasien dengan atelektasis yang disebabkan oleh sekret
    2.2. Pasien dengan abses paru
    2.3. Pasien dengan pneumonia
    2.4. Pasien pre dan post operatif
    2.5. Pasien neurologi dengan kelemahan umum dan gangguan menelan atau batuk
    Kontra indikasi untuk postural drainase :
    1. Tension pneumotoraks
    2. Hemoptisis
    3. Gangguan sistem kardiovaskuler seperti hipotensi, hipertensi, infark miokard akutrd infark dan aritmia.
    4. Edema paru
    5. Efusi pleura yang luas
    Persiapan pasien untuk postural drainase.
    1. Longgarkan seluruh pakaian terutama daerah leher dan pinggang.
    2. Terangkan cara pengobatan kepada pasien secara ringkas tetapi lengkap.
    3. Periksa nadi dan tekanan darah.
    4. Apakah pasien mempunyai refleks batuk atau memerlukan suction untuk mengeluarkan sekret.
    Cara melakukan pengobatan :
    1. Terapis harus di depan pasien untuk melihat perubahan yang terjadi selama Postural Drainase.
    2. Postoral Drainase dilakukan dua kali sehari, bila dilakukan pada beberapa posisi tidak lebih dari 40 menit, tiap satu posisi 3 – 10 menit.
    3. Dilakukan sebelum makan pagi dan malam atau 1 s/d 2 jam sesudah makan.
    Penilaian hasil pengobatan :
    1. Pada auskultasi apakah suara pernafasan meningkat dan sama kiri dan kanan.
    2. Pada inspeksi apakah kedua sisi dada bergerak sama.
    3. Apakah batuk telah produktif, apakah sekret sangat encer atau kental.
    4. Bagaimana perasaan pasien tentang pengobatan apakah ia merasa lelah, merasa enakan, sakit.
    5. Bagaimana efek yang nampak pada vital sign, adakah temperatur dan nadi tekanan darah.
    6. Apakah foto toraks ada perbaikan.
    Kriteria untuk tidak melanjutkan pengobatan :
    1. Pasien tidak demam dalam 24 – 48 jam.
    2. Suara pernafasan normal atau relative jelas.
    3. Foto toraks relative jelas.
    4. Pasien mampu untuk bernafas dalam dan batuk.
    Alat dan bahan :
    1) Bantal 2-3
    2) Tisu wajah
    3) Segelas air hangat
    4) Masker
    5) Sputum pot
    Prosedur kerja :
    1) Jelaskan prosedur
    2) Kaji area paru, data klinis, foto x-ray
    3) Cuci tangan
    4) Pakai masker
    5) Dekatkan sputum pot
    6) Berikan minum air hangat
    7) Atur posisi pasien sesuai dengan area paru yang akan didrainage
    8. Minta pasien mempertahankan posisi tersebut selama 10-15 menit. Sambil PD bisa dilakukan clapping dan vibrating
    9) Berikan tisu untuk membersihkan sputum
    10) Minta pasien untuk duduk, nafas dalam dan batuk efektif
    11) Evaluasi respon pasien (pola nafas, sputum: warna, volume, suara pernafasan)
    12) Cuci tangan
    13) Dokumentasi (jam, hari, tanggal, respon pasien)
    14) Jika sputum masih belum bisa keluar, maka prosedur dapat diulangi kembali dengan memperhatikan kondisi pasien

C. Clapping/Perkusi

    Perkusi adalah tepukan dilakukan pada dinding dada atau punggung dengan tangan dibentuk seperti mangkok. Tujuan melepaskan sekret yang tertahan atau melekat pada bronkhus. Perkusi dada merupakan energi mekanik pada dada yang diteruskan pada saluran nafas paru. Perkusi dapat dilakukan dengan membentuk kedua tangan deperti mangkok.
    lndikasi untuk perkusi :
    Perkusi secara rutin dilakukan pada pasien yang mendapat postural drainase, jadi semua indikasi postural drainase secara umum adalah indikasi perkusi.
    Perkusi harus dilakukan hati-hati pada keadaan :
    1. Patah tulang rusuk
    2. Emfisema subkutan daerah leher dan dada
    3. Skin graf yang baru
    4. Luka bakar, infeksi kulit
    5. Emboli paru
    6. Pneumotoraks tension yang tidak diobati
    Alat dan bahan :
    1) Handuk kecil
    Prosedur kerja :
    1) Tutup area yang akan dilakukan clapping dengan handuk untuk mengurangi ketidaknyamanan
    2) Anjurkan pasien untuk rileks, napas dalam dengan Purse lips breathing
    3) Perkusi pada tiap segmen paru selama 1-2 menit dengan kedua tangan membentuk mangkok

D. Vibrating

    Vibrasi secara umum dilakukan bersamaan dengan clapping. Sesama postural drainase terapis biasanya secara umum memilih cara perkusi atau vibrasi untuk mengeluarkan sekret. Vibrasi dengan kompresi dada menggerakkan sekret ke jalan nafas yang besar sedangkan perkusi melepaskan/melonggarkan sekret. Vibrasi dilakukan hanya pada waktu pasien mengeluarkan nafas. Pasien disuruh bernafas dalam dan kompresi dada dan vibrasi dilaksanakan pada puncak inspirasi dan dilanjutkan sampai akhir ekspirasi. Vibrasi dilakukan dengan cara meletakkan tangan bertumpang tindih pada dada kemudian dengan dorongan bergetar.
    Kontra indikasinya adalah patah tulang dan hemoptisis.
    Prosedur kerja :
    1) Meletakkan kedua telapak tangan tumpang tindih diatas area paru yang akan dilakukan vibrasi dengan posisi tangan terkuat berada di luar
    2) Anjurkan pasien napas dalam dengan Purse lips breathing
    3) Lakukan vibrasi atau menggetarkan tangan dengan tumpuan pada pergelangan tangan saat pasien ekspirasi dan hentikan saat pasien inspirasi
    4) Istirahatkan pasien
    5) Ulangi vibrasi hingga 3X, minta pasien untuk batuk

Gambar A : Segmen apikal pada lobus kanan atas dan sub segmen apikal dari segmen posterior pada lobus kiri atas. Aliran terjadi dari cabang-cabang tersebut di atas ke bronki utama.
Gambar B : Segmen posterior pada lobus kanan atas dan sub segmen posterior dada segmen apikal posterior pada lobus kiri atas. Aliran terjadi dari cabang-cabang tersebut di atas ke bronki utama.
Gambar C : Segmen anterior pada kedua belah lobus atas. Dengan memiringkan badan ke kiri dari ke kanan secara berganti-ganti aliran dari lobus atas kanan dan kiri ke bronkus utama.
Gambar D : Segmen superior pada kedua belah lobus atas. Dengan sebuah bantal yang diletakkan di bawah perut tubuh dibuat agak dalam posisi menungging, aliran terjadi dari Cabang tersebut ke bronkus utama.
Gambar E : Segmen basal posterior pada kedua belah lobus bawah. Aliran terjadi dan percabangan bronkus ke bronkus yang bersangkutan.
Gambar F : Segmen basal lateral pada lobus bawah kanan. Aliran terjadi dari percabangan bronkus ke bronkus kanan.
Gambar G : Segmen basal lateral pada lobus bawah kiri. Aliran terjadi dari percabangan bronlms kebonkus kiri.
Gambar H :
(Posisi kepala ke bawah, tubuh oblik kanan) Sasaran : Lobus tengah kanan. Aliran dari percabangan tersebut ke bronkus kanan.
(Posisi kepala ke bawah, oblik kiri) Sasaran : Segmen lingular pada lobus atas kiri. Aliran dari percabangan tersebut ke bronkus kiri.

Asuhan Keperawatan Penyakit Paru Obstruksi Menahun

A. DEFENISI

Dalam PPOM , aliran dara ekspirasi mengalami obstruksi yang kronis dan pasien mengalami kesulitan dalam bernafas. PPOM sesungguhnya merupakan kategori penyakit paru-paru yang utama dan penyakit ini terdiri dari beberapa penyakit yang berbeda. Ada dua contoh penyakit PPOM yang biasa terjadi yaitu penyakit Emfisema dan bronchitis kronis, dimana keduanya menyebabkan terjadinya perubahan pola pernafasan.


· Emfisema
Emfisema terjadi pembesaran ruang udara bronkhioli distal sampai terminalis. Hal ini menyebabkan kerusakan pada dinding alveolar, ehingga mengakibatkan timbulnya mal fungsi pada pertukaran gas. Pasien dengan Emfisema harus bertahan hidup dengan keadaan penyakit yang irreversible dan mereka akan mengalami perbaikan setelah mengikuti program rehabilitasi. Ciri khas dari penyakit ini adalah pasien akan mengalami periode stabil dan kemudian berangsur-angsur memburuk, yang seringkali terjadi sebagai akibat dari infeksi pernafasan. Perlu mengawasi dan mengkaji tanda-tanda dan gejala penurunan pada pesien, termasuk tanda-tanda meningkatnya produksi sputum, kekentalan sputum dengan warna berubah kuning menjadi hijau, meningkatnya kecemasan dan menurunnya toleransi daya kekuatan tubuh terhadap aktivitas yang biasa dilakukan, serta meningkatnya ronchi dan suara bising pada auskultasi paru-paru.

· Bronchitis Kronis
Bronchitis kronis bisa dikenali dengan adanya pengeluaran secret yang berlebihan dari trakeo-bronchial dan terakumulasi setiap hari selama paling tidak 3 bulan pertahun selama dua tahun berturut-turut. Pasien memiliki keluhan batuk kronis dengan produksi dahak yang makin meningkat. Penyebab batuk lainnya seperti kanker paru-paru atau kanker laringeal sebaiknya disingkirkan terlebih dahulu. Pada penyakit bronchitis kronis, sekresi yang berlebihan terakumulasi dan jika diludahkan akan nampak seperti dahak yang kental dan putih. Dalam jangka waktu yang lama akan terjadi pembesaran kelenjar mukosa bronchial sehingga menyebabkan obstruksi jalan nafas.
B. ETIOLOGI
PPOM disebabkan oleh factor lingkungan dan gaya hidup, yang sebagian besar bias dicegah. Merokok diperkirakan menjadi penyebab timbulnya 80-90% kasus PPOM. Feaktor resiko lainnya termasuk keadaan social-ekonomi dan status pekerjaaan yang rendah, kondisi lingkungsn yang buruk karena dekat lokasi pertambangan, perokok pasif, atau terkena polusi udara dan konsumsi alcohol yang berlebihan. Laki-laki dengan usia antara 30 hingga 40 tahun paling banyak menderita PPOM.


C. PATOFISIOLOGI

Patofisiologi PPOM adlah sangat komplek dan komprehensif sehingga mempengaruhi semua sisitem tubuh yang artinya sama juga dengan mempengaruhi gaya hidup manusia. Dalam prosesnya, penyakit ini bias menimbulkan kerusakan pada alveolar sehingga bisa mengubah fisiologi pernafasan, kemudian mempengaruhi oksigenasi tubuh secara keseluruhan. Abnormal pertukaran udara pada paru-paru terutama berhubungan dengan tiga mekanisme berikut ini:

1. Ketidakseimbangan ventilasi-perfusi
Hal ini menjadi penyebab utama hipoksemia atau menurunnya oksigenasi dalam darah. Keseimbangan normal antara ventilasi alveolar dan perfusi aliran darah kapiler pulmo menjadi terganggu. Peningkatan keduanya terjadi ketika penyakit yang semakin berat sehingga menyebabkan kerusakan pada alveoli dan dan kehilangan bed kapiler. Dalam kondisi seperti ini, perfusi menurun dan ventilasi sama. Ventilasi dan perfusi yang menurun bias dilihat pada pasien PPOM, dimana saluran pernafasan nya terhalang oleh mukus kental atau bronchospasma. Di sini penurunan ventilasi akan terjadi, akan tetapi perfusi akan sama, atau berkurang sedikit. Banyak di diantara pasien PPOM yang baik empisema maupun bronchitis kronis sehingga ini menerangkan sebabnya mengapa mereka memiliki bagian-bagian,dimana terjadi diantara keduanya yang meningkat dan ada yang menurun.


2. Mengalirnya darah kapiler pulmo
Darah yang tidak mengandung oksigen dipompa dari ventrikel kanan ke paru-paru, beberapa diantaranya melewati bed kapiler pulmo tanpa mengambil oksigen. Hal ini juga disebabkan oleh meningkatnya sekret pulmo yang menghambat alveoli.


3. Difusi gas yang terhalang
Pertukaran gas yang terhalang biasanya terjadi sebagai akibat dari sati atau da seba yaitu berkurangnya permukaan alveoli bagi pertukaran udara sebagai akibat dari penyakit empisema atau meningkatnya sekresi, sehingga menyebabkan difusi menjadi semakin sulit.


D. TANDA DAN GEJALA
Perkembangan gejala-gejala yang merupakan cirri-ciri dari PPOM adlah malfungsi kronis pada system pernafasan yang manifestasi awalnya adalah ditandai dengan batuk-batuk dan produksi dahak khususnya yang menjadi di saat pagi hari. Nafas pendek sedang yang berkembang mnejadi nafas pendek akut. Batuk dan produksi dahak (pada batuk yang dialami perokok) memburuk menjadi batuk persisten yang disertai dengan produksi dahak yang semakin banyak. Biasanya, pasien akan sering mengalami infeksi pernafasan dan kehilangan berat badan yang cukup drastis, sehingga pada akhirnya pasien tersebut tidak akan mampu secara maksimal melaksanakan tugas-tugas rumah tangga atau yang menyangkut tanggung jawab pekerjaannya. Pasien mudah sekali merasa lelah dan secara fisik banyak yang tidak mampu melakukan kegiatan sehari-hari. Selain itu, pasien PPOM banyak yang mengalami penurunan berat badan yang cukup drastis sebagai akibat dari hilangnya nfsu makan karena produksi dahak yang makin melimpah, penurunan daya kekuatan tubuh, kehilangan selera makan,penrunan kemampuan pencernaan sekunder karena tidak cukup oksigenasi sel dalam system gastrointestinal. Pasien PPOM, lebih membutuhkan banyak kalori karena lebih banyak mengeluarkan tenaga dalam melakukan pernafasan.



E. PENGKAJIAN

Kondisi fisik yang bias dijumpai pada pasien dengan PPOM, bisa meliputi dyspnea;

· warna pucat,
· pernafasan mulut yang dangkal dan cepat
· bernafas menggunakan otot assesori atau tambahan


PPOM menyebabkan peningkatan diameter anterior-posterior dada sehingga dada tampak mengembung seperti tong. Karena mengalami kesulitan dalam menghirup udara, maka pasien memiliki fase ekspirasi yang diperpanjang (lebih dari en\mpat detik). Tes fungsi paru digunakan untuk mendiagnosa PPOM.

Ciri-ciri khusus pasien yang menderita PPOM adlah mengalami penurunan aliran udara ekspirasi. Pemerikasaan Sinar X di dada tidak digunakan untuk mendiagnosa PPOM tahap awal karena studi radiografik biasanya normal dalam tahap yang masih awal. Bersamaan dengan makin memburuknya kondisi pasien, maka dengan bantuan sinar X, akan tampak diafragma yang makin mendatar dan gambaran lusens semakin meningkat.


F. DIAGNOSIS

1. Anamnesa dan Riwayat penyakit.

Mengingat penyakit berjalan dengan sangat lambat, sehingga penderita tetap asimtomatis bertahun sebelum gejala manifestasi, perku diteliti benar adanya sifat batuk-batuk, adanya dahak, sehat nafas tyang tidak wajar, “wheeze yang merupakan tanda-tanda dini dari penyakit ini.


2. Pemeriksaan jasmani.

Pada tingkat penyakit yang dini mungkin tidak ditemukan kelainan apa-apa.
Kemungkinan kelainan dini yang perlu diperhatikan yaitu ekspirasi yang memajang pada auskultasi di trakea yang dapat dipakai sebahgai petunjuk adanya obstruksi jalan nafas yang dibuktikan dengan pemerikasaan spirometri(Husodo, Petty).


PENATALAKSANAAN PPOM.

Secara umum penatalaksanaan PPOM adalah :

1. Usaha-usaha pencegahan, terutama ditujukan terhadap memburuknya penyakit.
2. Mobilisasi dahak.
3. Mengatasi bronkospasme.
4. Memberantas infeksi.
5. Penanganan terhadap komplikasi.
6. Fisioterapi, inhakasi terapi dan rehabilitasi.

Keterangan :

1. Pencegahan

(a). Hubungan dokter dan penderita. Penerangan yang jelas kepada penderita mengenai sebab-sebab, faktor-faktor yang dapat memperburuk keadaan harus diberikan sejelas-jelasnya, agar penderita dapat turut aktif dalam tindakan pencegahan sering diperlukan dan pengobatan, motivasi yang terus-menerus..

(b). Ditujukan kepada faktor-faktor yang dapat memperburuk penyakit : rokok merupakan satu-satunya faktor penyebab terpenting dalam etiologi bronkitis menahun, yang juga merupakan tujuan pencegahan utama. Asap rokok menyebabkan iritasi yang menahun pada mukosa saluran nafas yang mengakibatkan batuk, bertambahnya produksi sputum dan spasme bronkus, merusak silia dan menggangu pengeluaran sekret yang wajar. Menghentikan merokok pada penderita walaupun sangat susah, harus diusahakan semaksimal mungkin. Penghentian merokok secara total adalah lebih berhasil dari secara pelan-pelan.
(c). Bahan irritasi lainnya, polusi udara di pabrik-pabrik, lingkungan sekitar jalan sedapat mungkin dihindari.



2. Mobilisasi dahak.

Ditujukan untuk mengurangi keluhan, batuk-batuk, ekspektorasi,sesak dengan cara memberikan obat-obat yang memudahkan pengeluaran sputum dan yang melebarkan saluran nafas.

(a). Ekspektoransia.--Pengenceran dan mobilisasi dahak merupakan tujuan pengobatan yang penting pada keadaan eksaserbasi dan juga pada keadaan-keadaan menahun dan stabil yang disertai jalan nafas yang berat.
Ekspektoran oral kecuali glyseril guaicolat dalam dosis tinggi hanya mempunyai nilai sedikit saja. Obat ini yang mengandung antihistamin malahan menyebabkan pengentalan dahak. Antitusif tidak dianjurkan pada penderita ini.
Hidrasi yang cukup merupakan yang paling efektif, penderita diharuskan untukcukup banyak air. Cairan kadang-kadang perlu diberikan perenteral pada penderita dengan obstruksi jalannafas yang berat disertai kesulitan mengeluarkan dahak.

(b). Obat-obat mukoliti. (dua jenis mukolitik yang paling banyak dipakai)

Asetil cystein yang diberikan pada oral, memberikan efek mukolitik yang cukup banyak efek sampng dibandingkan aerosol yang sering menimbulkan bronkospasme.
Bromhexin sangat populer oleh penggunanya yang mudah (tablet, elixir,sirup).

(c) Nebulisasi.--Inhalasi uap air atau dengan aerosol melalui nebuliser, dan juga ditambahkan dengan obat-obat bronkodilator dan mukolitik dengan atau tanpa Intermittent Positive Pressure Breathing (IPPB).

3. Obat-obat bronkodilator.


Merupakan obat utama dalam mengatasi obstruksi jalan nafas. Adanya respon terhadap bronkodiator yang dinilai dengan spirometri merupakan petunjuk yang dapat digunakan untuk pemakaian obat tersebut.

(a). Simpatomimetik amine, (metaproterenol, terbutalin, salbutamol, dll)
Obat-obat ini merangsang reseptor beta--2 di otot-otot polos bronkus yang melalui enzim adenyl cyclase yang bekerja sebagai bronkodilator. Obat ini selain bekerja sebagai bronkodilator juga bekerja merangsang mobilisasi dahak terutama pada pemberian secara inhalasi dalam bentuk aerosol.

(b). Derivat Xanthin (aminofilin, teofilin).
Pemahaman baru mengenai cara kerja methyl xanthine yang bertindak sebagai penghambat ensim fosfodiesterase. (menginaktifasi Cyclic AMP). Cyclic AMP dapat dipertahankan pada tingkat yang tinggi, sehingga tetap mempunyai efek bronkodilator. Paduan obat golongan simpatomimetika dengan golongan methyl zanthin meningkatkan kadar C. AMP secara lebih efektif hingga masing-masing dapat diberikan dalam dosis rendah. Dengan efek terapeutis yang sama apabila obat diberikan sendiri-sendiri dalam dosis tinggi, efek samping menjadi lebih kecil (Snider). Beberapa dengan asma bronkial, pada penderita PPOM pemberian aminofilin harus dihentikan bila tidak menunjukkan perbaikan objektif.

(c) Kortikosteroid.
Manfaat kortikosteroid masih dalam perdebatan pada pengobatan terhadap obstruksi jalan nafas pada PPOM namun mengingat banyak penderita bronkitis yang juga menunjukkan gejala, seperti asma disertai hipertrofi otot polos bronkus Snider, menganjurkan percobaan dengan obat steroid oral dapat dilakukan pada setiap penderita PPOM terutama dengan obstruksi yang berat apabila menunjukkan tanda-tanda sebagai berikut :
· Riwayat sesak dan wheezing yang berubah-ubah, baik spontan maupun setelah pengobatan.
· Riwayat adanya atopi, sendiri maupun keluarga.
· Polip hidung.
Respons terhadap volume ekspirasi paksa satu detik pada spirometri lebih dari 25% setelah uji bronkodilator.
· Eosinofil perifer lebih dari 5%
· Eosinofil sputum lebih dari 10%
Prednison diberikan dalam dosis 30 mg selama 2 sampai 4 minggu.
Obat-obat dihentikan bila tidak ada respons. Methylprednisolon memberikan manfaat pada bronkitis menahun yang disertai kegagalan pernafasan mendadak


4. Antibiotika.

Peranan infeksi sebagai faktor penyebab timbulnya PPOM terutama pada bronkitis menahun masih dalam perdebatan namun jelas infeksi berpengaruh terhadap perjalanan penyakit bronkitis menahun dan terutama pada keadaan-keadaan dengan eksaserbasi. Penyebab eksaserbasi tersering adalah virus, yang sering diikuti infeksi bakterial.
S. pneumonia dan H. influensa merupakan kuman yang paling sering ditemukan pada penderita bronkitis menahun terutama pada masa eksaserbasi. Antibiotika yang efektif terhadap eksaserbasi infeksi ampicillin, tetracyclin, cotrimoxazole, erythromycin, diberikan 1 - 2 minggu. Antibiotik profilaksik pemah dianjurkan oleh karena dapat
mengurangi eksaserbasi, tidak dapat dibuktikan kegunaannya dalam pemakaian yang luas. Pengobatan antibiotik sebagai profilasi, hanya bermanfaat pada mereka yang sering eksaserbasi harus pada musim dingin/hujan. Perubahan dari sifat dahak merupakan petunjuk penting ada tidaknya infeksi, dahak menjadi hijau atau kuning.


5. Pengobatan tehadap komplikasi.

Komplikasi yang sering ialah Hipoksemia dan Cor pulmonale. Pada penderita PPOM dengan tingkat yang lanjut, telah terjadi gangguan terhadap fungsi pernapasan dengan manifestasi hipoksemia dengan atau tanpa hiperkapnia. Pemberian oksigen dosis rendah 1 - 2 liter/menit selama 12 - 18 jam sering dianjurkan, karena dapat memperbaiki hipoksemia tanpa terlalu menaikkan tekanan CO2 darah akibat depresi pernapasan. Diuretik merupakan pilihan utama pada penderita dengan cor pulmonale yang disertai gagal jantung kanan. Pemberian digitalis harus hati-hati oleh karena efek toksis mudah terjadi akibat hipoksemia dan gangguan elektrolit.


6. Fisioterapi dan inhalasi terapi.

Prinsip fisioterapi dan terapi inhalasi adalah :
· mengencerkan dahak
· memobilisasi dahak
· melakukan pernafasan yang efektif
· mengembalikan kemampuan fisik penderita ketingkat yang optimal.

. Pendekatan psikis
Pada penderita bronkitis menahun yang lanjut terutama yang sudah menjalani gangguan pernafasan perlu dilakukan pendekatan hubungan dokter-penderita yang lebih baik
dengan cara penerangan mengenai tujuan pengobatan dengan mengemukakan hal-hal yang positif. Kurang berat, lebih dari 20% (Rodman Sterling).

Penyebab kematian utama (Rodman Sterling).
1. Cor pulmonale (53%)
2. Kegagalan pernafasan akut (sub akut 30%)
3. Aritemia Jantung.